Jam Malam Kota Jambi: Respon dan Sanksi Hukum
Oleh: Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd**
Kota Jambi kini menjadi sorotan publik setelah pemerintah kota menerapkan aturan jam malam bagi anak dan remaja di bawah 18 tahun atau anak muda. Kebijakan ini muncul dari kekhawatiran meningkatnya aksi geng motor, tawuran pelajar, dan konvoi liar di malam hari.
Namun kebijakan ini juga menimbulkan perdebatan: apakah jam malam efektif sebagai solusi moral dan sosial, atau justru mengekang kebebasan warga muda? Memotret jam malam tentu bukan sebagai larangan semata, melainkan gerakan ketangguhan keluarga dan pembinaan moral masyarakat.

Frame Jam Malam Kota Jambi
Jam malam di Kota Jambi berlaku pukul 22.00-04.30 WIB bagi anak di bawah usia 18 tahun. Pemerintah melibatkan unsur TNI, Polri, dan Satpol PP untuk patroli dan penegakan di lapangan (Kalangan Jambi, 2025). Tujuan utama kebijakan ini adalah melindungi anak dari bahaya sosial malam hari—bukan menakut-nakuti, melainkan menumbuhkan kesadaran tanggung jawab keluarga dan masyarakat.
Namun efektivitasnya bergantung pada kolaborasi. Sebagaimana dikatakan Hidayat & Hasanah (2024, hlm. 55), kebijakan sosial yang bersentuhan dengan remaja hanya berhasil bila melibatkan pendidikan karakter keluarga dan lingkungan sosial. Maka, jam malam tidak boleh berhenti di regulasi, tetapi harus berkembang menjadi gerakan bersama pendidikan akhlak.
Jam Malam untuk Siapa?

Pertanyaan ini penting. Jam malam sejatinya tidak ditujukan untuk mengekang remaja, tetapi untuk melindungi mereka dari risiko lingkungan malam: balap liar, pergaulan bebas, dan potensi kriminalitas (Prastini, 2024, hlm. 91). Kelompok sasaran utamanya adalah pelajar dan remaja di bawah umur.
Keluarga menjadi kunci pertama. Menurut Walsh (2016, hlm. 22), ketangguhan keluarga ditandai oleh kemampuan mengatur ritme harian dan menjaga kedekatan emosional antar anggota. Maka, jam malam bisa dimaknai sebagai ritme keluarga—bukan sekadar aturan pemerintah. Orang tua perlu mendampingi, bukan menghukum; menasihati, bukan menakut-nakuti.
Lingkungan RT, masjid, dan sekolah juga memiliki peran strategis. Ketika anak-anak pulang sebelum jam 10 malam, ruang sosial diisi dengan kegiatan positif malam hari: kajian remaja, diskusi kecil, atau tugas kelompok di bawah pengawasan orang dewasa (Sari, 2022, hlm. 33). Di sinilah nilai kebersamaan menjadi fondasi.
Jam Malam: Gerakan Ketangguhan Keluarga

Kebijakan jam malam bisa menjadi momentum untuk memperkuat ketangguhan keluarga Jambi. Ketangguhan berarti kemampuan keluarga menjaga moralitas, mendidik tanggung jawab, dan menghadapi tekanan sosial. Hasil riset Rahmawati (2023, hlm. 117) menunjukkan bahwa keluarga dengan rutinitas malam yang tertata memiliki anak yang lebih stabil emosi dan minim perilaku menyimpang.
Jam malam dapat memulihkan tradisi lama masyarakat Melayu Jambi yang dulu akrab dengan “malam keluarga”: waktu bersama anak, makan malam bersama, dan doa sebelum tidur. Nilai lokal seperti adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah bisa dihidupkan kembali dalam konteks modern ini.
Efektivitas Jam Malam: Pendidikan Akhlak Masyarakat
Efektivitas kebijakan sosial diukur bukan dari seberapa banyak pelanggaran, tapi seberapa besar perubahan perilaku (Jaenudin, 2024, hlm. 14). Jam malam dapat efektif jika menjadi pemicu gerakan moral bersama. Sekolah, masjid, dan komunitas remaja perlu membuka ruang aktivitas positif malam hari.

Penelitian di Purwakarta (Jaenudin dkk., 2024, hlm. 27) menunjukkan bahwa jam malam disertai kegiatan keagamaan dan edukatif mampu menurunkan 40% pelanggaran remaja di jalanan. Artinya, jam malam berhasil bila dibarengi edukasi akhlak, bukan semata razia.
Respon Jam Malam dan Tindakan Hukum
Pemerintah Kota Jambi menegaskan, jam malam bukan ancaman pidana, melainkan bentuk perlindungan anak. Pelanggar tidak langsung dipidana, tetapi diarahkan ke pembinaan dan pemanggilan orang tua (Matajambi.com, 2025). Ini sejalan dengan prinsip restorative justice dan hak anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014.
Dalam konteks hukum daerah, Peraturan Walikota Jambi No. 21 Tahun 2020 mengatur jam operasional malam serta sanksi administratif bagi pelanggaran. Sanksi tersebut bisa berupa denda, teguran, atau pembinaan sosial (Legalitas, 2023, hlm. 44).

Namun perlu diingat, pendekatan represif tanpa edukasi berpotensi menimbulkan resistensi sosial. Maka, setiap tindakan hukum harus diiringi pembinaan moral secara manusiawi. Sebagaimana dinyatakan oleh Thamariska (2023, hlm. 66), “keadilan substantif lahir ketika penegakan hukum berorientasi pada kemanusiaan, bukan sekadar teks hukum.”
Penutup
Kebijakan jam malam di Kota Jambi hendaknya dibaca sebagai gerakan moral kolektif. Ia mengajak masyarakat untuk menata kembali ritme sosial malam hari: menenangkan kota, menguatkan keluarga, dan menanamkan akhlak remaja.
Jika dilaksanakan dengan pendekatan humanis, partisipatif, dan berbasis edukasi, jam malam bukanlah ancaman kebebasan, melainkan ruang aman bagi tumbuhnya generasi berkarakter. Dengan kolaborasi pemerintah, masyarakat, dan keluarga, Kota Jambi dapat menjadi model “kota beradab di malam hari”—tempat di mana hukum, akhlak, dan kasih sayang berjalan seiring.

Referensi
- Hidayat, R., & Hasanah, N. (2024). Pendidikan Akhlak Masyarakat Modern. Jakarta: Prenada Media.
- Jaenudin, E. (2024). Implementasi Kebijakan Jam Malam bagi Peserta Didik. Bandung: UPI Press.
- Prastini, E. (2024). Character Building Policy in Urban Youth Culture. Yogyakarta: Deepublish.
- Rahmawati, D. (2023). Ketangguhan Keluarga di Era Urban Digital. Surabaya: Airlangga Press.
- Walsh, F. (2016). Strengthening Family Resilience. New York: Guilford Press.
- Sari, M. (2022). “Implementasi Kebijakan Jam Malam di Purwakarta.” Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, 9(1), 30-45.
- Thamariska, N. (2023). “Persamaan di Hadapan Hukum dalam Konteks Daerah.” Jurnal Legalitas, 12(2), 60-75.
- Kalangan Jambi. (2025). “Pemkot Jambi Terapkan Aturan Jam Malam Anak.” Kalangan Jambi Online, 20 Oktober 2025.
- Matajambi.com. (2025). “Gerak Cepat Razia Pelajar Demi Cegah Tawuran.” Matajambi.com, 21 Oktober 2025.
- Legalitas. (2023). “Kebijakan Hukum Administratif di Pemerintahan Daerah.” Jurnal Hukum, 11(2), 40-52.
- Nurhalimah, L. (2023). Etika Sosial di Era Milenial. Jakarta: Rajawali Pers.
- Hasan, R. (2023). Restorative Justice dalam Perlindungan Anak. Bandung: Refika Aditama.
- Mahfud, M. (2024). Filsafat Hukum dan Keadilan Sosial. Yogyakarta: UGM Press.
- Syafri, M. (2023). Sosiologi Perkotaan dan Keluarga. Jambi: Unja Press.
- Yuliani, F. (2024). Pendidikan Karakter dan Ketahanan Moral Remaja. Malang: UMM Press.
**Penulis adalah Ketua ICMI Orwil Jambi
Join channel telegram websitekami.com agar tidak ketinggalan berita loker terbaru lainnya
Join now





